Agama Hindu Dharma di Bali adalah agama yang sangat terjalin dengan
seni dan
ritual,
dan lebih tidak ketat diatur oleh kitab suci, hukum, dan keyakinan.
Agama Hindu Bali tidak memiliki penekanan tradisional agama Hindu pada
siklus kelahiran kembali dan
reinkarnasi, melainkan berkaitan dengan banyak sekali "
hyang", sukma leluhur. Seperti halnya
kebatinan,
dewa-dewi ini dianggap mampu melahirkan kebaikan atau merugikan.
Masyarakat Hindu di Bali sangat menekankan ritual-ritual perdamaian yang
dramatis dan estetis terhadap para "hyang". Ritual-ritual ini dilakukan
di situs-situs
candi dan
pura yang tersebar di seluruh desa dan di pedesaan.
Tempat bersembahyang atau kuil di agama Hindu Bali disebut
Pura, dan tidak seperti
mandir gaya
Hindustan
yang menjulang tinggi dengan ruang interior, kuil Bali dirancang
sebagai tempat bersembahyang di udara terbuka dalam dinding tertutup,
dihubungkan dengan serangkaian gerbang yang dihiasi secara rumit untuk
mencapai bagian ruang terbukanya. Masing-masing kuil ini memiliki
keanggotaan yang kurang lebih tetap; dimana setiap orang Bali adalah
bagian dari sebuah kuil berdasarkan keturunan, tempat tinggal, atau
wahyu mistis. Beberapa kuil juga terdapat dalam rumah keluarga (juga
disebut "
banjar" di Bali), yang lain terletak di sawah, dan yang lain terletak di lokasi geografis yang terkenal (tebing pantai, gunung, dsb).
Ritualisasi tindakan mengendalikan diri (atau ketiadaan) adalah corak
penting dari ekspresi keagamaan di kalangan masyarakat Hindu Bali, yang
karena alasan ini telah menjadi terkenal karena perilaku anggun dan
sopan mereka. Misalnya salah satu upacara penting di sebuah kuil Hindu
di desa memiliki penampilan spesial
sendratari (
seni drama-
tari), pertempuran antara mitos karakter
Rangda sang penyihir (mewakili
adharma, seperti ketiadaan keteraturan) dan
Barong sang pelindung (umumnya seperti
singa, mewakili
dharma), di mana para pemain mengalami
kerasukan dan mencoba menusuk diri dengan senjata tajam (umumnya
keris).
Drama-tari ini umumnya tampak selesai tanpa akhir, tidak ada pihak yang
menang, karena tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan keseimbangan.
Ritual siklus kehidupan juga merupakan alasan penting bagi ekspresi
keagamaan dan tampilan artistik di warga Hindu Bali. Upacara saat
pubertas,
pernikahan, dan , terutama
kremasi
pada saat kematian memberikan kesempatan bagi warga Hindu Bali untuk
mengkomunikasikan ide-ide mereka tentang masyarakat, status, dan alam
baka. (Industri pariwisata tidak hanya telah mendukung adanya upacara
kremasi yang spektakuler di kalangan warga Bali yang sederhana, tetapi
juga telah menciptakan permintaan yang lebih besar untuk upacara
tersebut.)
Seorang pendeta Hindu tidak berafiliasi dengan kuil Hindu manapun,
tetapi bertindak sebagai pemimpin spiritual dan penasehat setiap
keluarga di berbagai desa yang tersebar di pulau Bali. Pendeta Hindu ini
dikonsultasi disaat upacara yang memerlukan air suci dilakukan. Pada
kesempatan lain, juru sembuh atau pengobat tradisional dapat disewa.
Agama Hindu Bali juga meliputi keyakinan agama
Tabuh Rah,
sabung ayam bersifat keagamaan di mana
ayam jago
digunakan dalam adat keagamaan dengan memungkinkannya bertarung melawan
ayam jago lain dalam sebuah upacara sabung ayam keagamaan Hindu Bali,
sebuah bentuk
persembahan hewan. Pertumpahan darah dalam Tabuh Rah diperlukan sebagai pemurnian untuk menenangkan roh-roh jahat
bhuta dan
kala,
dan dan untuk memohon hasil panen yang baik. Ritual sabung ayam ini
biasanya berlangsung di luar kuil Hindu dan juga mengikuti
ritual yang kuno dan kompleks sebagaimana tercantum dalam naskah
lontar Hindu suci.
[6
sumber; https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Hindu_di_Nusantara